Haflah Khotmil Qur'an

Haflah Khotmil Qur'an

Haflah Khotmil Qur'an

Haflah Khotmil Qur'an

Haflah Khotmil Qur'an

Minggu, 24 Mei 2015

Ruwahan : Kebiasaan dari Dulu, Sekarang, dan Terus ... Selanjutnya

Iki sasi ruwah nuli sasi poso kewajiban kito kudu poso... dst. Demikian syair dan tembang jowo yang ada di masyarakat.
Ruwahan
Dan bahwa, sekarang ini adalah bulan Ruwah (Sya’ban) bulan yang kedelapan dan akan segera memasuki bulan kesembilan yaitu sasi poso (bulan Ramadlon). Di bulan Ruwah ada kebiasaan sebagian masyarakat yang sampai saat ini masih dilaksanakan di beberapa tempat dan daerah, yaitu kebiasaan atau tradisi Ruwahan (Arwahan). Tradisi yang dilakukan dengan berdoa untuk diri pribadi, orangtua dan keluarga, dan untuk kerabat, leluhur serta orang-orang yang telah meninggal, orang-orang yang telah beriman lebih dahulu dari pada kita semua.

Kegiatan Ruwahan semacam ini kadang dilakukan setiap keluarga, atau bersama-sama dengan anggota masyarakat. Kapan pertama kali Ruwahan ini dilakukan? Tidak dapat dipastikan kapan mulainya, tetapi telah dilakukan sebagai tradisi dan terus menerus lintas generasi, turun temurun ke anak cucu sampai saat ini.
Sebelumnya oleh poro winasis, sesepuh pinisepuh, dan para alim diberikan sebuah simbol-simbol sebagai perlambang dan hikmah berupa makanan yaitu “Ketan, Kolak dan Apem”.

Oleh karenanya di bulan Ruwah, makanan ini menjadi sangat familiar dan menjadi hampir dipastikan menjadi menu utama supaya segenap manusia tidak lalai akan dirinya. Tidak lalai akan ajaran tuntunan Rasulullah SAW bahwa bulan Sya’ban (Ruwah) adalah bulan kebaikan. Jangan lalai hanya untuk menantikan bulan Ramadlon tetapi kurang mempersiapkan apa yang harus dilakukan dan kurang memperhatikan diri dalam membersihkan jasmani dan rohani dalam menggapai Ridlo Ilahi Rabbi. Bukan sekedar menggelar makanan  “Ketan, Kolak dan Apem”.

Bulan Ruwah (Sya’ban) adalah bulan untuk menyirami dan memelihara amal-amal yang sudah baik tetap baik dan yang kurang baik menjadi baik. Karena Di bulan tersebut banyak yang lalai untuk beramal sholeh karena yang sangat dinantikan adalah bulan Ramadhan. Mengenai bulan Sya’ban, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاسُ عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَانَ وَهُوَ شَهْرٌ تُرْفَعُ فِيهِ الْأَعْمَالُ إِلَى رَبِّ الْعَالَمِينَ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ

Bulan Sya’ban adalah bulan di mana manusia mulai lalai yaitu di antara bulan Rajab dan Ramadhan. Bulan tersebut adalah bulan dinaikkannya berbagai amalan kepada Allah, Rabb semesta alam. Oleh karena itu, aku amatlah suka untuk berpuasa ketika amalanku dinaikkan.”(HR. An Nasa’i no. 2357)

Mengingatkan saja untuk diri pribadi dan handai taulan, bahwa baik dilakukan di bulan Sya’ban (Ruwah) dan di bulan-bulan yang lain adalah Puasa dan ziarah. Amalan yang disunnahkan di bulan Sya’ban adalah banyak-banyak berpuasa. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha berkata,

فَمَا رَأَيْتُ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – اسْتَكْمَلَ صِيَامَ شَهْرٍ إِلاَّ رَمَضَانَ ، وَمَا رَأَيْتُهُ أَكْثَرَ صِيَامًا مِنْهُ فِى شَعْبَانَ

Aku tidak pernah sama sekali melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam berpuasa secara sempurna sebulan penuh selain pada bulan Ramadhan. Aku pun tidak pernah melihat beliau berpuasa yang lebih banyak daripada berpuasa di bulan Sya’ban.” (HR. Bukhari no. 1969 dan Muslim no. 1156)

Dan setelah bulan Sya’ban adalah bulan Ramadhan, sehingga bagi yang masih memiliki utang puasa, maka ia punya kewajiban untuk segera melunasinya, jangan ditunda sampai bulan Ramadhan berikutnya. Selanjutnya Kita diperintahkan melakukan ziarah kubur setiap saat agar hati kita semakin lembut karena mengingat kematian. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

زُورُوا الْقُبُورَ فَإِنَّهَا تُذَكِّرُكُمُ الآخِرَةَ

Lakukanlah ziarah kubur karena hal itu lebih mengingatkan kalian pada akhirat (kematian).” (HR. Muslim no. 976).

Kembali kepada Ruwahan, Kenapa dikhususkan di bulan Ruwah?

Seperti Syawalan dilakukan berkaitan dengan bulan Syawal, Tradisi dan kebiasaan ini dilakukan pada bulan Ruwah karena bila tidak dilakukan di bulan Ruwah bukan Ruwahan. He he he.

Selanjutnya yang terpenting bagi kita adalah doa dari orang yang hidup kepada orang yang telah mati itu sangaaaat bermanfaat, dan bahkan di antara bentuk kemanfaatan doa adalah dapat diberikan kepada orang yang masih hidup dan juga orang yang telah mati.
Suatu tradisi yang baik ini boleh jadi dilakukan tidak hanya di bulan Ruwah saja, tetapi bisa hampir di setiap bulan, setiap pekan, bahkan setiap hari dan saat-saat yang mustajab, selalu berdoa karena doa adalah senjata bagi seorang yang beriman. Doa sebagai bentuk penghormatan dan bakti kita kepada orangtua.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِذَا مَاتَ الإِنْسَانُ انْقَطَعَ عَنْهُ عَمَلُهُ إِلاَّ مِنْ ثَلاَثَةٍ إِلاَّ مِنْ صَدَقَةٍ جَارِيَةٍ أَوْ عِلْمٍ يُنْتَفَعُ بِهِ أَوْ وَلَدٍ صَالِحٍ يَدْعُو لَهُ

Jika seorang manusia mati maka terputuslah darinya amalnya kecuali dari tiga hal; dari sedekah jariyah atau ilmu yang diambil manfaatnya atau anak shalih yang mendoakannya.” (HR. Muslim no. 1631)

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ مِمَّا يَلْحَقُ الْمُؤْمِنَ مِنْ عَمَلِهِ وَحَسَنَاتِهِ بَعْدَ مَوْتِهِ عِلْمًا عَلَّمَهُ وَنَشَرَهُ وَوَلَدًا صَالِحًا تَرَكَهُ وَمُصْحَفًا وَرَّثَهُ أَوْ مَسْجِدًا بَنَاهُ أَوْ بَيْتًا لاِبْنِ السَّبِيلِ بَنَاهُ أَوْ نَهْرًا أَجْرَاهُ أَوْ صَدَقَةً أَخْرَجَهَا مِنْ مَالِهِ فِى صِحَّتِهِ وَحَيَاتِهِ يَلْحَقُهُ مِنْ بَعْدِ مَوْتِهِ

Sesungguhnya yang akan selalu menemani orang beriman adalah ilmu dan kebaikannya. Setelah matinya ada ilmu yang ia ajarkan dan ia sebarkan, begitu pula anak shalih yang ia tinggalkan, juga ada di situ mushaf yang ia wariskan atau masjid yang ia bangun, atau rumah untuk ibnus sabil yang ia bangun, atau sungai yang ia alirkan, atau sedekah yang ia keluarkan dari hartanya ketika ia sehat dan semasa hidupnya. Itu semua akan menemaninya setelah matinya.” (HR. Ibnu Majah no. 242)

Di samping do’a dari seorang anak, amal shalihnya seorang anak juga bermanfaat untuk orang tuanya, meskipun ia tidak niatkan untuk kirim pahala pada orang tuanya. Apalagi diniatkan. Ini berarti amalan dari anaknya yang shalih masih tetap bermanfaat untuk orang tua walaupun sudah meninggal karena anak adalah hasil jerih payah orang tua.
Rasulullah SAW bersabda :
إِنَّ مِنْ أَطْيَبِ مَا أَكَلَ الرَّجُلُ مِنْ كَسْبِهِ وَوَلَدُهُ مِنْ كَسْبِهِ  

Sesungguhnya yang paling baik dari makanan seseorang adalah hasil jerih payahnya sendiri. Dan anak merupakan hasil jerih payah orang tua.” (HR. Abu Daud no. 3528 dan An Nasa’i no. 4451).


Nabi Muhammad SAW bersabda : 

دَعْوَةُ الْمَرْءِ الْمُسْلِمِ لأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ مُسْتَجَابَةٌ عِنْدَ رَأْسِهِ مَلَكٌ مُوَكَّلٌ كُلَّمَا دَعَا لأَخِيهِ بِخَيْرٍ قَالَ الْمَلَكُ الْمُوَكَّلُ بِهِ آمِينَ وَلَكَ بِمِثْلٍ

Do’a seorang muslim kepada saudaranya di saat saudaranya tidak mengetahuinya adalah do’a yang mustajab (terkabulkan). Di sisi orang yang akan mendo’akan saudaranya ini ada malaikat yang bertugas mengaminkan do’anya. Tatkala dia mendo’akan saudaranya dengan kebaikan, malaikat tersebut akan berkata: “Amin. Engkau akan mendapatkan semisal dengan saudaramu tadi.” (HR. Muslim no. 2733).

Dan Allah SWT berfirman dalam QS. Al Hasy ayat 10 : 

وَالَّذِينَ جَاءُوا مِنْ بَعْدِهِمْ يَقُولُونَ رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإخْوَانِنَا الَّذِينَ سَبَقُونَا بِالإيمَانِ وَلا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلا لِلَّذِينَ آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ

Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar), mereka berdoa: “Ya Rabb kami, beri ampunlah kami dan saudara-saudara kami yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau membiarkan kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman; Ya Tuhan kami, sesungguhnya Engkau Maha Penyantun lagi Maha Penyayang.“ (QS. Al Hasyr: 10).

Ayat di atas menunjukkan bahwa orang-orang terdahulupun berdoa yang ditujukan kepada orang yang masih hidup dan kepada orang yang telah meninggal dunia.

Mari kita renungkan ... . Allah SWT berfirman :
وَأَنْ لَيْسَ لِلإنْسَانِ إِلا مَا سَعَى

Dan bahwasanya seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.” (QS. An Najm: 39).

Semoga ini sebagai bagian dari usaha yang kita lakukan dan usahakan, adalah berdoa dan mendoakan mereka semua. Seperti tersebut dalam doa tasyahud. Untuk itu, Marilah kita doakan orangtua, kerabat keluarga dan orang-orang mukmin yang sekarang ataupun yang terdahulu baik laki-laki ataupun perempuan, insya Allah akan mendapat bagian doa pula dari anak cucu kemudian.

Jumat, 08 Mei 2015

Keutamaan Dan Keberkahan Hari Jum'at

Hari Jum'at adalah hari yang utama dalam sepekan. Hari Jum'at adalah hari yang diberkahi, yang dengannya Allah SWT mengistimewakan kaum Muslimin di antara ummat-ummat lainnya.

Keutamaan dan keberkahan hari yang mulia ini dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Keutamaan dan kemuliaan disebutkan dalam banyak hadits,

Di antaranya, riwayat Imam Muslim, dari Abu Hurairah RA bahwasanya Nabi Mhammad SAW bersabda:
خَيْرُ يَوْمٍ طَلَعَتْ عَلَيْهِ الشَّمْسُ يَوْمُ الْجُمُعَةِ ,  فِيهِ خُلِقَ آدَمُ , وَفِيهِ أُدْخِلَ الْجَنَّةَ وَفِيهِ أُخْرِجَ مِنْهَا , وَلاَ تَقُومُ السَّاعَةُ إِلاَّ فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ
"Sebaik-baik hari yang diterangi oleh matahari adalah hari Jum'at. Pada hari itu, Adam diciptakan. Pada hari itu Adam di masukkan ke dalam Surga. Pada hari itu, Adam dikeluarkan dari Surga. Dan, hari kiamat itu tidak terjadi kecuali pada hari Jum'at." [Shahih Muslim [II/585], Kitab "al Jumu'ah," Bab "Fadhl Yaumil Jumu'ah."]

Dari Abu Hurairah RA dan Hudzaifah RA, keduanya berkata: "Rasulullah  SAW bersabda:

... أَضَلَّ اللهُ عَنِ الْجُمُعَةِ مَنْ كَانَ قَبْلَنَا , فَكَانَ لِلْيَهُوْدِ يَوْمُ السَّبْتِ , وَكَانَ لِلنَّصَارَى يَوْمُ الأَحَدِ , فَجَاءَ اللهُ بِنَا فَهَدَانَا اللهُ لِيَوْمِ الْجُمُعَةِ  

'Allah SWT telah menyesatkan ummat sebelum kita dari hari Jum'at. Maka hari Sabtu untuk orang-orang Yahudi dan hari Ahad untuk orang-orang Nasrani. Lalu, Allah SWT mendatangkan dan menunjukkan kita kepada hari Jum'at ..." [HR. Imam Muslim dalam kitab Shahiih-nya [II/286], Kitab "al-Jumu'ah," Bab "Hidaayah Haadzihil Ummah li Yaumil Jumu'ah."]

2. Adanya satu waktu mustajab [dikabulkannya do'a]

Dalam kitab Shahiihul Bukhari dan Shahiih Muslim disebutkan dari Abu Hurairah RA :"Rasulullah SAW menyebutkan [salah satu keutamaan] hari Jum'at, lalu bersabda:

فِيْهِ سَاعَةٌ لاَ يُوَافِقُهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ , وَهُوَ قَائِمٌ يُصَلِّي , يَسْأَلُ اللهَ تَعَالَى شَيْئًا إِلاَّ أَعْطَاهُ إِيَّاهُ , وَأَشَارَ بِيَدِهِ يُقَلِّلُهَا

'Di dalamnya terdapat satu waktu, tidaklah seorang hamba Muslim mendapati waktu tersebut dalam keadaan shalat sambil memohon sesuatu kepada Allah SWT, melainkan Allah memberikan kepadanya apa yang dimohonkannya.'
Beliau berisyarat dengan tangan beliau yang mengindikasikan sedikitnya waktu tersebut."{[Shahiihul Bukhari [I/224], Kitab 'al-Jumu'ah, "Bab "as-Saa'ah al-Latii fii Yaumil Jumu'ah,"] dan [Shahiih Muslim [II/584], Kitab "al-Jumu'ah,"Bab "as-Saa'ah al-Lati fii Yaumil Jumu'ah."]}.

Namun, para ulama dari kalangan Sahabat, Tabi'in, dan orang-orang setelah mereka, masih berbeda pendapat mengenai waktu ini; apakah masih tetap berlaku [hingga saat ini] ataukah telah dihilangkan? Mengenai pendapat yang menganggapnya masih tetap berlaku, para ulama berbeda pendapat mengenai batasannya, hingga lebih dari tiga puluh pendapat, seperti dikutip oleh al-Hafizh Ibnu Hajar Rahimahullah, lengkap dengan dalil-dalilnya. [Lihat Fat-hul Baari [II/416-421].

Di antara pendapat-pendapat ini, bisa dikatakan ada dua pendapat:

Pertama, waktu mustajab itu dimulai sejak duduknya imam [di mimbar] hingga berakhirnya shalat.

Salah satu dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh Muslim dalam kitab Shahiih-nya, dari hadits Abu Burdah bin Abu Musa al-Asy'ari RA, 'Abdullah bin "Umar RA bertanya kepadanya: "Apakah kamu pernah mendengar ayahmu menyampaikan hadits dari Rasulullah SAW mengenai masalah satu waktu [mustajab] di hari Jum'at?" Abu Burdah berkata: "Ya, aku pernah mendengar ayahku berkata: 'Aku pernah mendengar Rasulullah SAW bersabda:

هِيَ مَا بَيْنَ أَنْ يَجْلِسَ الإِمَامُ إِلَى أَنْ تُقْضَى الصَّلاَةُ

'Waktu itu adalah antara duduknya imam hingga berakhirnya shalat." [Shahiih Muslim [II/584], Kitab "al-Jumu'ah," Bab "Fis Saa'ah al-Latii fii Yaumil Jumu'ah."]

Di antara ulama yang memilih pendapat ini adalah Imam an-Nawawi Rahimahullah. Beliau berkata: "Inilah pendapat yang benar, bahkan yang paling tepat." [Syarhun Nawawi li Shahiih Muslim[VI/140-141].
Sementara as-Suyuthi Rahimahullah memastikannya bahwa waktu itu adalah ketika sedang dikumandangkan iqamat shalat. [Risalah Nuurul Lum'ah fii Khashaa-ishil Jumu'ah, karya as-Suyuthi.]

Kedua, waktu mustajab itu berada pada penghujung waktu setelah shalat 'Ashar.

Di antara dalil-dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan oleh sebagian penulis kitab Sunan, dari Jabir bin 'Abdullah RA, dari Nabi SAW , beliau bersabda:

 يَوْمُ الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً, لاَ يُوجَدُ فِيْهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللهَ شَيْئًا إِلاَّ آتَاهُ إِيَّاهُ,   فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ   سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ

"Hari Jum'at terdiri dari dua belas jam, tidaklah dijumpai seorang hamba Muslim pada waktu itu yang memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Dia memberikan apa yang dimohonkannya. Maka carilah waktu itu pada penghujung waktu setelah shalat "Ashar." [HR. Abu Dawud, an-Nasa-i, dan al-Hakim]

Di antara ulama yang memilih pendapat ini adalah Imam Ibnul Qayyim Rahimahullah, ia berkata: "Inilah pendapat mayoritas ulama Salaf, dan pendapat inilah yang disebutkan oleh kebanyakan hadits.

Sebagian ulama menyebutkan bahwa hikmahdirahasiakannya waktu ini adalah sebagai anjuran bagi seorang hamba agar bersungguh-sungguh dalam mencarinya, memperbanyak do'a, dan mengisi waktu untuk beribadah, sambil berharap dapat menepati waktu tersebut. [Fat-hul Baari[II/417] dengan saduran]

3. Siapapun yang melaksanakan shalat Jum'at dengan memperhatikan aturan-aturannya, maka dosanya antara Jum'at tersebut dengan Jum'at berikutnya akan diampuni.

Ini dijelaskan pada hadits yang disebutkan dalam Shahiihul Bukhari, dari Salman al-Farisi RA, ia berkata bahwa Nabi SAW bersabda:

لاَ يَغْتَسِلُ رَجُلٌ يَوْمَ الْجُمُعَةِ, وَيَتَطَهَّرُ مَا اسْتَطَاعَ مِنْ طُهْرٍ, وَيَدَّهِنُ مِنْ دُهْنِهِ, أَوْ يَمَسُّ مِنْ طِيبِ بَيْتِهِ, ثُمَّ يَخْرُجُ فَلاَ يُفَرِّقُ بَيْنَ اثْنَيْنِ,  ثُمَّ يُصَلِّي مَا كُتِبَ لَهُ, ثُمَّ يُنْصِتُ إِذَا تَكَلَّمَ اْلإِمَامُ, إِلاَّ غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ اْلأُخْرَى

"Tidaklah seorang laki-laki mandi pada hari Jum'at, bersuci semampunya, dan memakai minyak wangi atau menyentuh minyak wangi yang ada di rumahnya, kemudian ia keluar, ia memisahkan di antara dua orang [jamaah yang ada di masjid], setelah itu ia mengerjakan shalat sebanyak yang ia mampu, kemudian ia diam ketika imam sedang berkhutbah, melainkan dosanya antara hari Jum'at tersebut dengan Jum'at lainnya [berikutnya] akan diampuni." [Shahiih Bukhari [I/213], Kitab "al-Jumu'ah," Bab "ad-Duhn lil Jumu'ah."]

Dalam Shahiih Muslim disebutkan adanya tambahan tiga hari. Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda:

مَنِ اغْتَسَلَ, ثُمَّ أَتَى الْجُمُعَةَ, فَصَلَّى مَا قُدِّرَ لَهُ, ثُمَّ أَنْصَتَ حَتَّى يَفْرُغَ مِنْ خُطْبَتِهِ, ثُمَّ يُصَلِّي مَعَهُ, غُفِرَ لَهُ مَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْجُمُعَةِ اْلأُخْرَى, وَفَضْلُ ثَلاَثَةِ أَيَّامٍ

"Barangsiapa mandi, kemudian medatangi shalat Jum'at, lalu ia mengerjakan shalat yang sebanyak yang dia mampu, setelah itu ia diam hingga[imam] selesai khutbahnya, lantas ia mengerjakan shalat bersamanya, niscaya dosanya antara Jum'at tersebut dengan Jum'at berikutnya ditambah tiga hari akan diampuni." [Shahiih Muslim [II/587], Kitab "al-Jumu'ah," Bab "Fadhl Man Asma'a wa Anshata fil Khutbah].

Disyariatkan supaya menjauhi dosa-dosa besar [al-kabaa-ir] bagi penghapusan dosa-dosa kecil. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW :

اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إِلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَانُ إِلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاتٌ مَا بَيْنَهُنَّ إِذَا اجْتَنَبَ الْكَبَائِرَ

"Shalat lima waktu, Jum'at satu ke Jum'at berikutnya, Ramadhan ke Ramadhan berikutnya, adalah penghapus bagi dosa-dosa yang ada di antaranya, selama dosa-dosa besar dihindari." [HR. Muslim].

4. Orang yang bergegas ke Masjid untuk mengerjakan shalat Jum'at akan memperoleh keutamaan yang besar.

Dalam kitab Shahiihul Bukhari dan Shahiih Muslim disebutkan dari Abu Hurairah RA. bahwa Rasulullah SAW bersabda:

مَنِ اغْتَسَلَ يَوْمَ الْجُمُعَةِ غُسْلَ الْجَنَابَةِ, ثُمَّ رَاحَ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَدَنَةً, وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّانِيَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَقَرَةً, وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الثَّالِثَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ كَبْشًا أَقْرَنَ, وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الرَّابِعَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ دَجَاجَةً, وَمَنْ رَاحَ فِي السَّاعَةِ الْخَامِسَةِ فَكَأَنَّمَا قَرَّبَ بَيْضَةً, فَإِذَا خَرَجَ اْلإِمَامُ حَضَرَتِ الْمَلاَئِكَةُ يَسْتَمِعُونَ الذِّكْرَ

"Barangsiapa mandi pada hari Jum'at seperti halnya mandi junub, lali ia berangkat [di awal waktu], seakan-akan ia berkorban seekor unta yang gemuk. Barangsiapa berangkat pada waktu kedua, seakan-akan ia berkorban seekor sapi. Barangsiapa berangkat pada waktu ketiga, seakan-akan ia berkorban seekor domba bertanduk. Barangsiapa berangkat pada waktu keempat, seakan-akan ia berkorban seekor ayam. Dan barangsiapa berangkat pada waktu kelima, seakan-akan ia berkorban sebutir telur. Kemudian, ketika imam telah keluar, para Malaikat pun hadir untuk mendengarkan khutbah." {[Shahiihul Bukhari [I/213], Kitab "al-Jumu'ah," Bab "Fadhlul Jumua'ah,"] dan [Shahiih Muslim [II/587], kitab 'al-Jumu'ah," Bab "Fadhlut Tahjiir Yaumul Jumu'ah." ]Redaksi hadits ini milik al-Bukhari}

5. Hari Jum'at adalah hari berkumpulnya kaum Muslimin di Masjid Jami' untuk shalat dan menyimak dua khutbah. Jum'at yang mengandung bimbingan, pengajaran, dan nasihat bagi kaum Muslimin, serta manfaat agamawi dan duniawi. Semua ini termasuk keberkahan hari Jum'at.

Hari ini juga memiliki keistimewaan-keistimewaan yang mulia lainnya. Ibnul Qayyim menyebutkan tiga puluh tiga keistimewaan. Bahkan, as-Suyuthi menyebutkan hingga seratus satu keistimewaan.

Seyogianya seorang Muslim memanfaatkan hari yang mulia dan diberkahi ini dengan melaksanakan ibadah-ibadah wajib dan sunnah, serta meluangkan waktu untunya hingga ia memperoleh pahala yang besar dan balasan yang melimpah. Allahumma, Aamiin.

"MENGABDI UNTUK BERBAKTI"

___________________________

Powered by: Blogger