Hukum ‘Aqly
Hukum ‘Aqly ada tiga, yaitu:
1. Wajib, artinya perkara yang tidak
boleh tidak akan adanya bagi ‘aqal fikiran.
2. Mustahil, artinya perkara yang
tidak boleh tidak akan tiadanya bagi ‘aqal.
3. Jaiz, artinya perkara yang adanya
dan tiadanya dapat diterima ‘aqal.
Hukum
Syar’i
Hukum syar’i ialah perintah Allah
Ta’ala atas perbuatan mukallaf (yang diberatkan/ yang diberi tanggung jawab),
maka disebut perintah yang memberatkan (taklif) disebut juga sebagai perintah
yang jelas, sebab ditentukan syaratnya atau sebabnya.
Hukum syar’i ada
tujuh, yaitu:
1. Wajib, artinya perkara yang jika
dikerjakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan mendapat
dosa.
2. Sunnah, artinya perkara yang jika
dikerjakan mendapat pahala.
3. Haram, artinya perkara yang jika
dikerjakan mendapat dosa dan jika ditinggalkan mendapat
pahala.
4. Makruh, artinya perkara yang jika
dikerjakan tidak mendapat dosa, tetapi perbuatan tersebut tidak disukai Allah
dan jika ditinggalkan mendapat pahala.
5. Mubah, artinya “harus syar’i”,
yaitu perkara yang jika dikerjakan ataupun ditinggalkan tiada mendapat dosa atau
pahala.
6. Shahih (sah), artinya perkara yang
lengkap segala syaratnya dan segala rukunnya.
7. Bathal, artinya perkara yang
kurang syaratnya atau rukunnya.
Hukum ‘Ady
(Adat/Kebiasaan)
Hukum ‘ady artinya menetapkan suatu
perkara bagi suatu hal, atau menetapkan suatu perkara pada suatu hal dengan
alasan perkara tersebut berulang-ulang.
1. Pertambatan/penetapan keadaan
suatu perkara dengan keadaan perkara lainnya. Misalnya keadaan kenyang dengan
keadaan makan.
2. Penetapan ketiadaan suatu perkara
dengan ketiadaan perkara lainnya. Misalnya ketiadaan kenyang dengan ketiadaan
makan.
3. Penetapan keadaan suatu perkara
dengan ketiadaan perkara lain. Misalnya keadaan dingin dengan ketiadaan
selimut.
4. Pentapan ketiadaan suatu perkara
dengan keadaan suatu perkara lain. Misalnya ketiadaan hangus dengan adanya
siraman air.
Sekarang anda telah mengetahui perbedaan wajib
syar’i dengan wajib ‘aqly. Jika disebutkan wajib atas tiadp mukallaf maksudnya
ialah wajib syar’i. Jika disebutkan wajib bagi Allah Ta’ala atau bagi
Rasulullah, maka maksudnya ialah wajib ‘aqly. Jika dikatakan jaiz bagi mukallaf,
maka maksudnya jaiz syar’i. Jika dikatakan jaiz bagi Allah Ta’ala, maka
maksudnya adalah jaiz ‘aqly.
Yang wajib pada Allah ‘Azza wa Jalla dengan
tafshil disebut sifat dua puluh, yang telah berdiri dalil ‘aqly dan naqly
atasnya. Wajib atas tiap mukallaf mengetahui dengan ijmaly saja didalam
perkataan (bersifat Allah Ta’ala dengan setiap sifat kesempurnaan. Adapun yang
mustahil pada Allah ‘Azza wa Jalla dengan tafshil ada 20 perkara, yaitu lawan
dari dua puluh sifat yang wajib bagi Allah ‘Azza wa Jalla. Yang mustahil pada
Allah ‘Azza wa Jalla dengan ijmaly yaitu yang ada di dalam perkataan “Maha Suci
Allah dari dari setiap sifat kekurangan dan dari perkara yang terbayang
(terbersit) di hati.”
0 komentar:
Posting Komentar